TUGAS STUDI DIPLOMASI KAWASAN EROPA BARAT
“EUROPEAN FOR EUROPEAN”
AMELIA DISA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET
RIYADI
SURAKARTA
2018
BAB I
LATAR BELAKANG
Eropa merupakan tempat yang sering
menjadi lokasi tujuan imigran dan pencari suaka dari negara-negara berkonflik
seperti Suriah, Irak, dan Afganistan. Masyarakat sipil yang merasa terancam dengan
konflik berkepanjangan di negaranya menginginkan keamanan. Mereka pun memilih
untuk pergi dari negaranya ke negara lain yang mereka anggap lebih aman, untuk
mencari perlindungan atau suaka. Selain Eropa diangap memnuhi kriteria sebagai
daerah yang damai dan memiliki perekonomian yang lebih baik, gelombang
pengungsi ini juga didukung karena letak geografis Eropa yang berdekatan dengan
negara-negara tersebut.
Sejak tahun 2006 hingga 2017,
gelombang pengungsi yang memasuki Uni Eropa tercatat mencapai puncaknya pada
tahun 2015 yaitu sebanyak 1.322 juta orang. Pada tahun berikutnya, 2016, aliran
ini sedikit menurun menjadi 1.260 juta orang pengungsi yang memasuki kawasan
Uni Eropa. Kemudian menurun drastis pada tahun 2017 dimana hanya 704.000 orang
penungsi yang diterima.Asylum seeker paling besar berasal dari negara Suriah, yaitu
sebesar 33% dari total pengungsi, atau sekitar 175.855 orang. Kedua berasal
dari Afganistan yaitu sebanyak 19%, dan dari Irak sebanyak 12%.[1]
Jumlah pengungsi yang berimigrasi ke
Eropa ini dianggap sebagai ancaman oleh masyarakat Eropa. Berbagai kekhawatiran
muncul dari krisis imigran yang semakin meningkat di kawasan ini. Adanya
kekhawatiran bahwa Eropa akan menjadi benua Islam karena pengaruh pengungsi
Muslim dalam jumlah besar ini akan menguasai. Bahkan pada tahun 2010 lalu,
presiden Front Nasional Prancis, Marine Le Pen, mengatakan bahwa pemandangan
Muslim yang beribadah di jalanan menyerupai ketika masa kependudukan Nazi di
era Perang Dunia II.[2]
Selain itu, alasan mendasar dari
munculnya anti-imigran adalah karena negara-negara tujuan pengungsi itu sendiri
masih memiliki permasalahan di internalnya. Di Ceko, pengangguran dari angkatan
kerja di negaranya merupakan masalah yang belum teratasi, dimana jumlahnya
mencapai 8%.[3] Permasalahan
lain yang dikhawatirkan adalah adanya tindakan kriminal dan terorisme yang
muncul sebagai akibat dari mudahnya arus perpindahan dari negara ke negara ini.
Maka dari itu, Eropa dan
masyarakatnya melakukan “aksi penolakan” terhadap asylum seeker yang berasal dari negara dengan budaya yang jauh
berbeda. Partai-partai sayap kanan di Eropa membentuk aliansi bernama Movement
for a Europe of Nations and Freedom, atau dalam Parlemen Eropa disebut dengan
Europe of Nations and Freedom. Grup politik yang memiliki ideologi konservatif
dan anti-imigran ini bertujuan untuk menciptakan Eropa yang bebas dari imigran
dan ancaman-ancaman yang datang seiringnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Awal Mula Europe for European
Gelombang pengungsi di Eropa yang
semakin meningkat ini menyebabkan kekhawatiran warga asli Eropa. Warga asli
Eropa merasa bahwa adanya pengungsi yang banyak berasal dari Timur Tengah,
menyebabkan meningkatnya radikalisme dan ekstrimisme di Eropa, sehingga dapat
mengancam keamanan Eropa. Selain itu, dengan semakin banyaknya jumlah pengungsi
yang akan diterima di negara-negara Eropa juga akan berdampak pada berkurangnya
lahan pekerjaan di Eropa untuk penduduk asli sendiri.
Karena hal itulah, muncul gerakan xenophobia[4] di berbagai daerah di Eropa.
Salah satu gerakan tersebut adalah partai sayap kanan Yunani yang bernama
Golden Dawn, atau yang dalam bahasa Yunani bernama Chrysi Avgi. Partai ini
digolongkan oleh akademisi dan media sebagai partai neo-Nazi dan fasis. Tetapi
mereka menolak anggapan tersebut, dan mengidentifikasikan dirinya sebagai
partai nasionalis dan rasial. Partai ini mempunyai slogan yang berbunyi “Yunani
milik warga Yunani” atau dalam bahasa Inggris “Greek for the Greece”.
Pada tahun 2012, partai Golden Dawn
memenangkan pemilihan umum di Yunani dengan perolehan suara sebesar tujuh
persen.[5] Partai
ini pun menarik perhatian dunia, karena partai neo-Nazi pertama yang memperoleh
kekuasaan di parlemen Yunani. Gerakan dari partai ini pun meluas. Partai ini
memiliki sekutu dan membentuk “Front Nasional Eropa”. Front ini terdiri dari
Partai Golden Dawn dari Yunani, Partai La Falange dari Spanyol, dan Partai
Demokratis Jerman. Front ini mengajak warga Eropa untuk ikut bersama dalam
menolak pengungsi dan menolak integrasi Uni Eropa.[6]
Selain Front Nasional Eropa,
terdapat juga dua aliansi partai-partai sayap kanan Eropa yang duduk dalam
parlemen Uni Eropa yang menolak
pengungsi. Nama aliansi itu adalah
Alliance of European National Movement dan European Alliance for Freedom. Mereka memiliki misi yang sama,
yaitu menolak pengungsi dari negara-negara Timur Tengah dan menolak integrasi.
Dengan adanya slogan “Yunani milik
warga Yunani” ini, warga Eropa yang sudah bersatu sejak adanya Uni Eropa
menjadi “tersadar” dengan adanya warga asing. Mereka pun bangkit dengan
membentuk gerakan yang menentang adanya imigran. Gerakan inilah yang nanti akan
mempengaruhi kebijakan Uni Eropa dalam pengurusan pengungsi.
2.2 Perkembangan Europe for European
Dalam
perkembangannya, pergerakan partai sayap kanan semakin masif. Tidak hanya di
Yunani, tetapi juga menyebar di negara-negara Eropa lainnya. Salah satunya
adalah Prancis. Prancis memiliki partai sayap kanan yang sangat berpengaruh,
yaitu Front Nasional. Partai ini dipimpin oleh Marine Le Pen, dimana Le Pen
pernah berseru bahwa partai sayap kanan Eropa harus bangkit dalam menghadapi
imigran.
Bak gayung yang bersambut, kelompok
warga Eropa anti-imigran pun turun ke jalan untuk menolak datangnya imigran.
Penolakan ini disebabkan karena banyaknya kasus kriminal yang dilakukan oleh
imigran yang dianggap bisa mengancam keamanan Eropa. Seperti yang terjadi di
Jerman pada tahun 2016, ketika seorang imigran melakukan pemerkosaan dan
pembunuhan kepada seorang gadis Jerman, yang diketahui sebagai anak dari
seorang petinggi Uni Eropa.[7]
Tidak hanya melakukan tindakan
kriminalitas secara individu saja, pengungsi-pengungsi ini juga ditengarai
disusupi oleh anggota-anggota kelompok terorisme. Sehingga para pelaku
terorisme dengan leluasa melakukan serangan terorisme di berbagai negara Eropa.
Serangan terparah terjadi di Inggris dan Prancis, sehingga menimbulkan korban
jiwa dalam jumlah besar. Bahkan di Swedia pun para imigran membentuk kelompok
yang ditengarai melakukan tindak kriminalitas. Hal ini diperkuat ketika polisi
Swedia menemukan senjata api dan granat di pemukiman imigran. Temuan ini
menyebabkan xenophobia di Eropa
semakin menjadi-jadi, bahwa para imigran ini merupakan ancaman bagi bangsa
Eropa. Akibat tindakan ini, massa anti-imigran pun semakin masif hingga
sekarang. Massa ini tidak hanya melakukan aksi turun ke jalan saja, tetapi juga
melakukan penyerangan dan tindakan rasial kepada semua orang yang dianggap
bukan dari Eropa. Bahkan di Jerman sempat terjadi kerusuhan yang berakibat
penyerangan di toko milik orang keturunan Yahudi, dan tindakan rasial terhadap
orang-orang Indonesia di Jerman.
Tindakan rasial ini pun juga
menyebar di segala lini. Banyak pemain sepakbola atau artis yang bukan berasal
dari Eropa mengalami tindakan rasis.
Tindakan ini mulai dari perkataan rasis hingga aksi pelemparan pisang ke
dalam lapangan sepakbola. Pelemparan pisang dianggap perilaku rasial, karena
pisang identik dengan makanan monyet. Hal ini merupakan bentuk hinaan kepada
orang berkulit hitam yang diibaratkan sebagai primata tersebut.[8]
2.3 Kebijakan Europe for European
Karena desakan dari partai sayap
kanan Eropa, kelompok masyarakat dan negara-negara Eropa Timur mengakibatkan
Uni Eropa dan Jerman harus mengubah kebijakan dalam penerimaan imigran.
Kebijakan Uni Eropa yang dulu memberikan kuota 120.000 imigran di setiap negara
Eropa dan kebijakan Jerman yang membuka akses suaka ini, memberikan efek ke
negara-negara lainnya.
Seperti yang terjadi di Yunani dan
Italia, kedua negara ini harus menampung pengungsi yang datang dari Timur
Tengah dan negara Eropa Timur yang menjadi tempat transit pengungsi yang akan
ke Jerman. Hal ini mengakibatkan ancaman keamanan dan ekonomi bagi
negara-negara yang berbatasan langsung dengan Timur Tengah dan tempat transit
sementara pengungsi. Ini menyebabkan penolakan dari Italia dan Eropa Timur.
Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, bahkan mengatakan kalau Italia
harus berhenti menjadi “kamp pengungsi di Eropa”.[9] Bahkan Hungaria membuat
rancangan undang-undang di mana siapa pun yang akan membantu pengungsi akan
dipidana.[10] Ini
disebabkan banyak negara-negara Eropa Timur sudah menanggung beban yang berat
dengan adanya pengungsi yang berasal dari Eropa sendiri.
Hal inilah yang mengakibatkan
gejolak di Uni Eropa, sehingga Uni Eropa harus mengubah kebijakan tentang
pengungsi. Jika semula setiap negara wajib memberikan suaka sebanyak 120.000
imigran, akhirnya diganti dengan setiap negara membuat pusat-pusat imigran di
mana negara-negara bebas menerima atau menolak suaka. Jika suaka mereka
ditolak, maka imigran ini akan
dipulangkan ke negaranya. Hal ini masih menjadi pertanyaan publik, dengan
adanya pusat-pusat imigran di setiap negara Eropa ini seperti memberikan harapan
palsu ke imigran. Karena mereka harus menunggu kepastian suaka mereka diterima
atau ditolak dengan waktu yang tidak pasti.
Seperti halnya Uni Eropa, Jerman pun
melakukan hal yang sama. Kanselir Jerman mengatakan bahwa Jerman mempunyai
batasan dalam penerimaan pengungsi. Padahal Jerman adalah salah satu negara
tujuan pengungsi, karena dahulu dengan lantang mengatakan bahwa akan menerima
pengungsi dengan mudah melalui “Open
Policy”. Akhirnya dengan pertimbangan kritik dalam negeri maupun luar
negeri, Pemerintah Jerman pun mengambil keputusan dengan menerapkan kebijakan
memperketat permintaan suaka.[11]
Keputusan ini disetujui oleh
negara-negara di Uni Eropa, tetapi Hungaria tetap menjadi negara yang vokal
terhadap keputusan itu. Hungaria tetap ingin bahwa Uni Eropa menolak adanya
kedatangan pengungsi. Sedangkan untuk negara Eropa Timur lainnya tetap setuju
dengan keputusa Uni Eropa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan Negara mengenai penolakan terhadap
penerimaan kaum imigran dan pengungsi sangatlah diperjuangkan oleh Negara Eropa
dan dibantu oleh organisasi dari Yunani (Golden Dawn) dikarenakan Negara Eropa
takut akan ancaman yang akan diberikan oleh imigran dan pengungsi tersebut,
lebih tepatnya Negara Eropa mengkhawatirkan jika mereka menerima Imigran dan
pengungsi tersebut akan berdampak pada pemerintahan Negara Eropa itu sendiri
serta warga negaranya atas tindakan kriminalitas yang dilakukan kepada warga
Negara Eropa.
Negara Eropa juga melihat dari kejadian yang sudah
terjadi pada tahun 2016 yakni di Negara Jerman dimana seorang imigran yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan
kepada seorang gadis Jerman, yang diketahui sebagai anak seorang petinggi Uni
Eropa, tidak hanya mempengaruhi pemerintahan dan juga melakukan kriminalitas di
negara Eropa, malinkan Eropa juga menghawatirkan akan kualitas ekonomi mereka
yang menurun jika menerima banyaknya imigran dan pengungsi.
Keluhan dari Negara Eropa sendiri membuat Uni Eropa
mempertimbangkan kebijakan mereka ditambah dengan tekanan internasional dari
Negara-negara lain yang membuat Uni Eropa akhirnya membuat keputusan untuk
setiap Negara bebas atau menolak penerimaan suaka imigran dan pengungsi.
DAFTAR PUSTAKA
https://qz.com/1319399/angela-merkel-agrees-to-abandon-germanys-open-door-refugee-policy-to-save-her-government/
[1] “Asylum
applications (non-EU) in the EU-28 Member States, 2006–2017,” https://ec.europa.eu/eurostat/statistics-explained/index.php/Asylum_statistics (akses 10 Desember 2018).
[2] “Europe
and nationalism: A country-by-country guide,” https://www.bbc.com/news/world-europe-36130006 (akses 9 Desember 2018).
[3] Dibalik
Penolakan Imigran Oleh Eropa Timur,” https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/09/150923_dunia_imigran_eropatimur (akses 10 Desember 2018).
[5] “Partai
Sayap Kanan Yunani Tuntut Semua Imigran Dipulangkan,” https://www.voaindonesia.com/a/partai_sayap_kanan_yunani_tuntut_semua_imigran_dipulangkan/416884.html (akses 8 Desember 2018).
[6] “Ketika Neo Nazi Tak Kenal Batas,” https://www.dw.com/id/ketika-neo-nazi-tak-kenal-batas/a-17107008 (akses 8 Desember 2018).
[7] “Polisi Tangkap Pembunuh Putri
Pejabat Uni Eropa,” https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161205181801-134-177525/polisi-tangkap-pembunuh-putri-pejabat-uni-eropa (akses 8 Desember 2018).
[8] “Waduh, Bale Dilempari Pisang oleh
Suporter Arsenal,” https://www.liputan6.com/bola/read/526500/waduh-bale-dilempari-pisang-oleh-suporter-arsenal (akses 10 Desember 2018).
[9] “Europe and nationalism: A
country-by-country guide,” https://www.bbc.com/news/world-europe-36130006 (akses 9 Desember 2018).
[10] “Membantu Pengungsi Bisa Dipidana di
Hungaria,” https://www.bbc.com/indonesia/amp/dunia-44574066 (akses 8 Desember 2018).
[11] “Angela Merkel has ditched her
open-door refugee policy to save her government,” https://qz.com/1319399/angela-merkel-agrees-to-abandon-germanys-open-door-refugee-policy-to-save-her-government/ (akses 10 Desember 2018)